Kasus
Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi
Makalah
Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika
Profesi Akuntansi
(Softskil)
Oleh
NAMA :AGIS TRI RAHAYU
NPM :21210840
KELAS :4EB21
DOSEN :EVAN INDRAJAYA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kemajuan ekonomi suatu
negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru
sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam di dalam dunia bisnis. Hampir
semua usaha bisnis betujuan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya (profit-making) agar dapat meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang
untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan. Walaupun pelaku
bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi
moral dan etika dari bisnis itu sendiri.
Bisnis
dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan
prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip etis dalam berbisnis
adalah merupakan suatu hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara
fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif
dalam menegakkan aturan bisnis tersebut. Dalam prinsip ini terdapat tata cara ideal
dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas
ini dapat menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan
pernyataan di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis
profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang
harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan
harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi
akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi
untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan
berdasarkan kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan
didasarkan pada beberapa pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip
akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi
pun menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.
Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki
komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus
yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan profesi yang
bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban
profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi
dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika
professional juga berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada
kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa
pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral
dan mengatur tentang etika profesional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam etika profesi akuntansi
adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan
mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat
muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat
yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik
ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan
dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum
profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut
dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional
(Keraf, 1998).
1. KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur
dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI dan
dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota
IAI. Di Indonesia, penegakkan kode etik dilaksanakan sekurang-kurangnya enam
unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen
Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI,
Dewan Pertimbangan Profesi-IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain enam
unit organisasi di atas, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para
anggota dan pemimpin KAP.
Kode etik akuntan merupakan norma dan
perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara
auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik
akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota,
baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional
bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia
(Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Prinsip perilaku profesional seorang akuntan,
yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat
dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan karakteristik tertentu
yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam
kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran
penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus
selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban
untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang
penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah
untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan
tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan
untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya
untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan
oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan
atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga
mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa
dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan
memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa
standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa
terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta
mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang
dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang
harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia,
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
2. RUU DAN
KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Untuk
mengawasi akuntan publiK,
khususnya kode etik, Departemen Keuangan (DepKeu) mempunyai aturan sendiri
yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan
dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP (Standar Profesi
Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP dan kode etik diterapkan oleh asosiasi
profesi berdasarkan standar Internasional. Misalkan dalam auditing, SPAP
berstandar kepada International Auditing Standart.
Laporan
keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan
penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan
Undang-undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang
Akuntan Publik didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas
profesi akuntan publik. RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal ,
dengan pokok-pokok mencakup lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan
publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.
Sedangkan
kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of
Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan
merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi
dari sumber IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode
etik SAP dan IFAC.
Adopsi
etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk
tidak jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang
disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global
profesi akuntan dengan standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan
kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik.
Seorang
anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat
dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus
memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali
dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.
Akuntan
tidak independen apabila selama periode Audit dan periode Penugasan
Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam
KAP memberikan jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa
lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi
keuangan, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu
menimbulkan benturan kepentingan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pembahasan dalam makalah ini disajikan dalam bentuk contoh
kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi yakni kasus dari Akuntan Publik,
Drs. Petrus M. Winata.
C. TUJUAN
Tujuan
dari makalah ini ialah menunjukkan bagaimana menjalankan profesi dalam dunia bisnis dengan cara yang beretika. Selain itu juga bagaimana menghasilkan
akuntan – akuntan yang profesional, jujur, bertanggungjawab, dan beretika
dalam menjalankan profesinya sesuai
dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Loeb (1988) dan Hiltebeiltel dan Jones (1992)
mengemukakan tujuan pendidikan etika dalam bidang akuntansi adalah:
1. Menghubungkan pendidikan akuntansi
kepada persoalan-persoalan etis.
2. Mengenalkan persoalan dalam akuntansi
yang mempunyai implikasi etis.
3. Mengembangkan suatu perasaan kewajiban
atas tanggung jawab moral.
4. Mengembangkan kemampuan yang
berkaitan dengan konflik etis.
5. Belajar menghubungkan dengan
ketidakpastian profesi akuntansi.
6. Menyusun tahapan untuk suatu
perubahan dalam perilaku etis.
7. Mengapresiasikan dan memahami sejarah
dan komposisi seluruh aspek etika akuntansi dan hubungan terhadap
bidang umum dan etika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KASUS
Dalam Kode Etik Profesi Akuntan telah diatur
bagaimana seharusnya para akuntan bertindak. Akan tetapi pada kenyataannya,
selalu ada penyimpangan- penyimpangan yang dilakukan oleh para akuntan.
Penyimpangan- penyimpangan ini tentunya berdampak kurang baik terhadap
kredibilitas maupun nama baik akuntan di mata masyarakat.
Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul.
Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata
dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun,
terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen
Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa
(27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik
tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP).
Pelanggaran
itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya
tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu,
Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum
dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur
Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan
2004.
Selama
izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit
umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang
menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi
ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin
oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002
tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu
Nomor 359/KMK.06/2003.
B. PEMBAHASAN
Laporan Keuangan yang accountable dan auditable sangatlah
penting, baik bagi perusahaan
itu sendiri maupun bagi para pelaku bisnis lainnya. Disini peran akuntan publik
sangatlah penting. Akuntan publik sebagai suatu profesi yang mengemban
kepercayaan publik harus bekerja dalam kerangka peraturan perundang-undangan,
kode etik dan standar profesi yang jelas.
Berbagai
pelanggaran etika yang dilakukan para akuntan telah banyak terjadi saat ini, misalnya
berupa perekayasaan laporan keuangan
untuk menunjukkan kinerja perusahaan agar terlihat lebih baik, ini merupakan
pelanggaran akuntan terhadap kode etik profesinya yang telah melanggar kode
etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik tersendiri
yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi para akuntan dalam
masyarakat.
Oleh
karena itu, sikap profesional dan
ketaatan pada kode etik profesi akuntansi sangat penting untuk dimiliki oleh
setiap akuntan.Akuntan tidak independen apabila selama
periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor
Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit
kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa
akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal.
Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.
Oleh
karena itu Akuntan Profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip
fundamental sebagai berikut:
1. Integritas, Akuntan Profesional harus
bersikap jujur dalam semua hubungan professional dan bisnis.
2. Objektivitas, Akuntan Profesional
tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi, tidak boleh membiarkan
terjadinya benturan kepentingan, atau tidak boleh mempengaruhi kepentingan
pihak lain secara tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan
professional atau pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi dan sikap kehati-hatian
professional, Akuntan Profesional memiliki kewajiban yang berkesinambungan
untuk memelihara pengetahuan dan keahlian pada suatu tingkat dimana klien
atau pemberi kerja menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan pada
pelatihan, perundang-undangan, dan teknik terkini.
4. Kerahasiaan, Akuntan Profesional
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil hubungan
profesional dan hubungan bisnis dan tidak boleh mengungkapkan informasi apapun
kepada pihak ketiga tanpa ada izin yang tepat dan spesifik kecuali terdapat hak
dan professional untuk mengungkapkan.
5. Profesional, Akuntan Profesional
harus mematuhi hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari
semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.
C. ANALISIS
Dalam kasus tersebut, sanksi pembekuan izin diberikan
karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP). Berdasarkan etika
profesi akuntansi, auditor tersebut telah melanggar prinsip keempat,
yaitu prinsip objektivitas. Dimana setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas
Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang
dilakukan oleh Drs.
Petrus Mitra Winata. Selain itu, Petrus juga telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan
audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan
Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Sebagai
seorang akuntan publik, Drs. Petrus Mitra Winata seharusnya mematuhi Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
yang berlaku. Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang
dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam SPAP.
Penelitian terhadap
perilaku akuntan telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di
Indonesia. Penelitian ini dipicu dengan semakin banyaknya pelanggaran etika
yang terjadi. Dari kondisi tersebut banyak peneliti yang ingin mencari tahu
mengenai “faktor – faktor apa saja yang menjadi penentu atau mempengaruhi
pengambilan keputusan tidak etis atau pelanggaran terhadap etika.
Trevino (1990) menyatakan bahwa terdapat dua
pandangan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan tidak etis yang
dibuat oleh seorang individu. Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa
tindakan atau pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhi oleh karakter
moral individu. Kedua, tindakan tidak etis lebih dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya
sistem reward dan punishment perusahaah, iklim kerja
organisasi dan sosialisasi kode etik profesi oleh organisasi dimana individu
tersebut bekerja.
Sementara Volker menyatakan bahwa para akuntan
profesional cenderung mengabaikan persoalan etika dan moral bilamana menemukan
masalah yang bersifat teknis, artinya bahwa para akuntan profesional cenderung
berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi.
Selain itu Finn Etal juga menyatakan bahwa akuntan
seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan
memungkinkan akuntan tidak dapat independen. Akuntan diminta untuk teta
independen dari klien, tetapi pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung
kepada klien karena fee yang diterimanya, sehingga seringkali akuntan
berada dalam situasi dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan
auditor tidak sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit.
Konflik audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor
diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan
integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau tekanan di sisi
lainnya.
Situasi dilematis sebagaimana yang digambarkan di
atas adalah situasi yang sangat sering dihadapi oleh auditor. Situasi
demikianlah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhada etika dan sangat
wajarlah apabila ketika para pemakai laporan keuangan seperti investor dan
kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi akuntan sebagai pihak
independen yang menilai kewajaran laporan keuangan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Meskipun
sudah banyak aturan dan kode etik yang disusun baik itu oleh DepKeu dan IAI,
tetapi masih banyak juga kasus pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh
para akuntan terkait dengan kode etik tersebut. Memang saat
ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa pemberhentian praktek audit
oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan standar profesi akuntan, tetapi bukan berarti seorang
akuntan dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang memegang gelar akuntan,
wajib menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para akuntan publik yang
sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan pemerintah. Etika yang
dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari
skandal.
Oleh karena itu, setiap
akuntan sewajibnya memegang teguh prinsip –
prinsip dalam kode etik profesi akuntansi. Kekuatan
dalam kode etik profesi itu terletak pada para pelakunya masing - masing, yaitu di dalam hati
nuraninya. Jika setiap akuntan
mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya dia akan menjalankan prinsip
kode etik dan standar akuntan dalam setiap tugas dan
pekerjaan yang dilakukannya.
Demikianlah salah satu hal
yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam
bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan
profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi
kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus menaati dan
menerapkan aturan etika dari kode etik.
Berbagai kasus pelanggaran etika
seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan,
pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai – nilai moral dan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Oleh karena itu terjadinya
berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran
kepada setiap akuntan untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan
pekerjaan profesi akuntansi.
B. SARAN
Sangat diharapkan kepada Departemen Keuangan dan Pengurus IAI untuk
lebih tegas dalam memberikan tindakan kepada setiap akuntan yang melanggar kode
etik profesi akuntansi agar prinsip –
prinsip dan kode etik akuntansi yang telah ada itu benar – benar dipatuhi dan
dijadikan pedoman oleh setiap akuntan dalam menjalankan profesinya,
demikian sanksi – sanksi yang telah dibuat agar benar – benar
dijalankan tanpa pandang bulu.
Diharapkan
juga kepada setiap akuntan pendidik agar dapat mengajar dan mendidik para mahasiswa
agar kelak dapat melahirkan akuntan – akuntan muda yang berkualitas dan
profesional dalam menjalankan profesi sebagai akuntan.
Dan sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kekuatan
dalam kode etik profesi itu sendiri terletak
pada para pelakunya masing - masing,
yaitu di dalam hati nuraninya. Jadi, ajaran dan didikan dari dosen sangatlah
tidak berarti tanpa disertai kesadaran dari para mahasiswa sendiri untuk
belajar dari setiap kasus yang ada dan mempersiapkan diri menjadi seorang akuntan
yang profesional dan tentunya taat pada kode etik profesi akuntansi yang telah
ditetapkan.